Breaking News

Senin, 23 Mei 2016

Makalah Ilmu Negara : Hakekat Negara



HAKEKAT NEGARA



Disusun Oleh Kelompok 2:
1.                        Riski Cahyani (1301401046)
2.                        Nirwana (1301401010)
3.                        Muhammad Yunus (1301401077)
4.                        Hasniati (1301401011)
5.                        Rahmatia (1301041016)

Prodi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Cokroaminoto Palopo
2014



KATA PENGANTAR

Assalamuallaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
        Puji syukur kita panjatkan kehadirat ALLAH swt, karena atas berkat, rahmat, dan hidayah-nyalah pembuatan makalah yang berjudul HAKEKAT NEGARA ini dapat terselesaikan. Pembuatan makalah ini tentulah masih jauh dari memadai, dan juga terbatas pada teori kajian yang bersumber dari pendekatan objektif.
       Ucapan terima kasuh disampaikan kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini. Semoga dapat bermanfaat bagi teman-teman sekalian, agar dapat menyongsong masa depan yang lebih mantap dan percaya diri.
Wassalamuallaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


                                                                                                Palopo,            2014


                                                                                                            Penulis





DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang................................................................................................
1.2  Rumusan Masalah...........................................................................................
1.3  Tujuan Penulisan.............................................................................................
1.4 Maanfaat Penulisan.........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1    Ide Dan Pengertian (Konsep) Negara)
2.1.1   Konsep Negara..........................................................................................
2.1.2 Ide Negara.............................................................................................
2.1.3 Pengertian Negara.................................................................................
2.2    Hakekat Negara
2.2.1   Tinjauan Historis...................................................................................
2.2.1   Peninjauan Sosiologis...........................................................................
2.2.3 Peninjauan Yuridis................................................................................
2.2.4 Teori Satu, Dua dam Tiga Segi.............................................................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan......................................................................................................
3.2 Saran................................................................................................................



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Istilah negara di terjemahkan dari kata-kata asing, yaitu:
“staat” (bahasa Belanda dan Jerman)
“state” (bahasa Inggris)
“Etat” (bahasa Prancis)
Istilah “staat” mempunyai sejarah sendiri. Istilah itu mula-mulanya dipergunakan dalam abad XV di Eropa Barat. Anggapan umum yang diterima bahwa “staat” (state, etat) tersebut dialihkan dari kata latin “status” atau “statum”. Kaisar Romawi, Ulpianus, dikatakan pernah memakai kata “statum”  dalam ucapannya “Publicum iusest quad ad statum rei Romanae spectat”. Menurut Jellinek,kata “statum” pada waktu itu masih berarti “die Vervassung, die Ordunung” atau sebagaimana disebut sekarang adalah konstitusi. Kemudian kata “status” itu juga lazim dipergunakan dalam hubungannya dengan kesejahtraan umum.
Secara etimologis kata status itu dalam bahasa latin klasik adalah satu istilah yang abstrak yang menujukan keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang mamiliki sifat – sifat yang tegak dan tetap itu. Sejak cicero (104-43) kata  status atau statum itu lazim diartikan sebagai standing atau station (kedudukan) dan dihubungkan dengan kedudukan persekutukan hidup manusia sebagaimana diartikan  dalam istilah status civitatis  atau  status republicae dari kata latin klasik itu dialihkan  beberapa istilah  lainya di samping istilah state  atau  staat seperti istilah  estate  dalam arti real estate atau personal estate  dan  juga  estate dalam arti dewan  atau  perwakilan  golongan  sosial dalam arti  yang belakangan inilah kata  status  semula diartikan  dan  baru  dalam abad XVI kata itu  dipertalikan dengan kata  Negara.
Menurut kranenburg, “lo stato” dari bahasa Italia yang juga dialihkan dari kata latin “status”itu rupa-rupannya semula dipergunakan dalam abad XV, dalam laporan-laporan wakil persekutuan Italai, yang mula-mula berarti:
-   Pertama, dalam arti keseluruhan jabatan tetap;
-  Kemudian, dalam arti pejabat-pejabat jabatan itu sendiri, penguasa beserta pengikut-pengikut mereka;
-   Lebih luas lagi, dalam arti kesatuan wilayah yang dikuasai.
Demikianlah orang berkata tentang”stato die Medici”, stato di Firenzi”, stato della Chiesa”, dan sebagainya. Dalam abad-abad “res publica” daripada kata “stato” itu, terutama oleh orang-orang Romawi. Maka dari itu , kata “lo stato” adalah sesuatu penemuan yang baru, baikdalam pemakaiannya maupun dalam maknanya.  Kata “lo stato” tidak lagi dipergunakan  bagi ”polis”  Yunani maupun bagi negara Feodal dari abad menengah yang pada waktu itu masih yang merupakan “estate-state” atau standen staat”. Istilah “lostato” itu tepat menunjuk negara teritorial yang muncul dalam abad XVI,sebagai istilah yang menunjukkan sistem fungsi dan segenap organ umum yang tersusun rapi yang mendiami sesuatu wilayah tertentu.
Jika praktik mengalihkan kata “state” itu dari kata “status”, maka doktrin mengenal untuk pertama kali dari tulisan Niccolo Machiavellin yang lazim dianggap sebagai Bapak Ilmu Politik Modern (sesudah Aristoteles). Dalam bukunya yang termasyur “the prince”, Machiavelli-lah yang pertama-tama memperkenalkan istilah “lo stato” dalam pustakaan ilmu politik. Jean Bodin, sekalipun menemukan istilah “Ilmu politik”, namun masih menggunakan kata “republique” dalam edisi bahasa prancis dari bukunya yang termasyur itu dan kata “civitas” dalam edisi bahasa Latinnya.juga Grotius dalam ‘de Jure belli ac pacis”(1625) masih menggunakan kata “civitas” dan Thomas Hobbes menggunakan istilah “ Commonwealth”.
Sejak kata “negara” diterima sebagai pengertian yang menunjukkan organisasi bangsa yang bersifat territorial dan mempunyai kekuasaan tertinggi, yang perlu ada untuk menyelenggarakan kepentingan bersama dan mencapai tujuan bersama, maka sejak itu pula “Negara” di tafsirkan dalam sebagai arti, yaitu:
1.      Perkataan  “Negara” dipakai dalam arti penguasa
Jadi untuk mengatakan orang atau orang-orang yang melakukan kekuasaan yang tertinggi atas persekutuan rakyat yang tertempat tinggi dalam sesuatu daerah.
2.      Perkataan “Negara” dipakai dalam arti persekutuan rakyat              
Jadi untuk menyatakan sesuatu lembaga yang hidup dalam suatu daerah, di bawah kekuasaan yang tertinggi, menurut kaedah-kaedah hukum yang sama.
3.      Perkataan “Negara” didefinisikan dengan pemerintah
Apabila kata itu digunakan dalam dalam pengertian kekuasaan Negara, kemauan Negara.
4.      Perkataan  “Negara” didefinisikan dengan suatu wilayah yang tertentu
Dalam hal ini perkataan dipakai untuk menyatakan suatu daerah, diman diam sesuatu bangsa dibawah kekuasaan yang tertinggi.
5.      Perkataan “Negara” didefinisikan dengan arti “kas Negara”
Jadi untuk harta yang dipegang oleh punguasa guna kepentingan umum.

Secara yuridis perkataan Negara selalu mempunyai ikatan dengan salah satu dari ke-5 pengertian itu.
1.2  Rumusan Masalah  
1. Apa ide dan pengertian negara?
2. Bagaimana hakekat sebuah negara?
3. Bagaimanakah penjelasan tentang teori satu, dua dan tiga segi?
1.3  Tujuan Penulisan
      Guna memenuhi tugas yang diberikan oleh bapak dosen yang membahas tentang Hakekat Negara.
1.4 Maanfaat Penulisan
Agar pembaca bisa lebih memahami tentang apa itu negara, bagaimana hakekat negara, dan mengapa sebuah negara harus berdiri. Dan agar tidak terjadi kekeliruan atas pengkajian hakekat negara

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Ide Dan Pengertian (Konsep) Negara

2.1.1 Konsep Negara memiliki dua pengertian:
     Negara adalah organisasi di suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati rakyatnya.
     Negara adalah kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi di bawah lembaga politik dan pemerintah yang efektif, mempunyai satu kesatuan politik dan berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya. Antara ide dan pengertian Negara dapat di tarik perbedaan yang tegas. Hal tersebut dapat dilihat sebagai berikut:

2.1.2 Ide Negara yaitu:
-  Sebagai cita-cita
-  Sebagai idealisme
-  Bagaimana Negara “seharusnya ada”
-  Pemikiran –pemikiran tertentu mengenai Negara
2.1.3 Pengertian Negara, yaitu:
-  Sebagai kenyataan
-  Sebagai realisme
-  Bagaimana Negara itu “ada” dalam kenyataan sejarah
-  Kenyataan dari pemikiran tertentu mengenai Negara
                         
     Antara ide dan kenyataan mungkin terdapat diskrepansi yang besar, yang sudah lumrah diketahui. Apabila diskrepansi antara ide dan kenyataan Negara terlalu besar adanya, maka ide itu dapat menjadi utopi belaka atau suatu impian yang tidak dibenarkan oleh kenyataan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Nasroen, ide Negara tidak boleh idealistis semata-meta sehingga tidak boleh dilaksanakan dalam kenyataan. Apabila ide dan konsep Negara itu bertemu dalam kenyataan, maka dalam hal ini terjelmalah Negara yang ideal.
Ide tidak dapat dipikirkan terlepas dari kenyataan. Ide tidak lahir dalam suatu vakum, tetapi merupakan suatu refleksi dari suatu keadaan yang nyata. Demikian dengan halnya dengan ide Negara. Lahirnya ide Negara sudah dapat ditemukan sejak manusia itu merupakan  makhluk social atau untuk lebih tepat lagi sejak manusia merupakan “zoon politicon”. Jika ada kebenaran mutlak dalam alam yang serba relative ini, maka kebenaran itu adalah bahwa manusia adalah makhluk yang suka berkelompok, bermasyarakat. Sebagai makhluk social, maka pada diri manusia sudah tertanam niat dan hasrat berorgonisasi. Organisasi, sekalipun tidak sama dengan ketertiban, namun merupakan dua muka dari satu medali yang sama. Organisasi secara implicit mencakup pengertian ketertiban. Negara adalah suatu bentuk yang terjelma dari hasrat berorganisasi manusia. Dalam hasrat-hasrat hidup bersama, hidup berorganisasi, terletak ide yang kasar dari Negara. Memang benar asal mula Negara tidak dapat dengan tegas ditentukan. Ini soal pertumbuhan sejarah (historical development). Tetapi secara logis rasional dapat ditetapkan bahwa berkat adanya hasrat-hasrat social, hasrat-hasrat berorganisasi, maka hidup bersama manusia mendahului Negara. Dalam kehidupan bersama ini sudah ada bentuk-bentuk Negara secara embrio (in embrio).
     Namun sekalipun ide Negara merupakan refleksi dari kenyataan, namun masih sering kali antara ide dan kenyataan terdapat diskrepansi yang adakalanya teramat besar, dan adakalanya kedua hal tersebut agak berdekatan, ide Negara hanya sebagai yang terjelma. Maka, bagian dari ide Negara yang terjelma dalam sejarah merupakan titik pertemuan antara ide dan pengertian (konsep). Semakin besar ide ini terjelma, semakin besar persamaan antar a cita-cita dan kenyataan, tentunya semakin mendekati Negara yang ideal.
     Bierens de Haan mengungkapkan bahwa dalam penjelmaan ide Negara dalam sejarah dapat dibedakan tipe-tipe Negara yang sedikit banyaknya telah merealisasikan 3 tipe ideal Negara. Ke-3 tipe ideal Negara itu ditinjau berdasarkan kekuasaan pemerintah sebagai pangkal tolak ide Negara, yakni tipe-tupe Negara yang ditentukan oleh “dasar kekuasaan Negara” dan “tujuan dari campur tangan pemerintah”. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dapat ditemukan 3 tipe ide Negara yang pernah terjelma dalam sejarah, yaitu:
a.    Ide Negara yang didasarkan atas ide yang abstrak, atau yang transcendental, yaitu ide Negara yang bersumberkan cipta Tuhan (ide Ketuhanan). Dalam hal ini negara dianggap sebagai ciptaan Tuhan dan kekuasaan pemerintah bersumberkan pada kuasa dan penetapan tuhan. Dari ide Negara seperti ini, maka lahirlah pengertian Negara teokratis.
b.    Ide Negara yang didasarkan atas ide yang empiris. Ide ini melahirkan konsep Negara yang didasarka atas kedaulatan rakyat, yang lebih terkenal dengan sebutan Negara Demokrasi.
c.    Ide Negara yang didasarkan atas ide yang immanent, keyakinan akan akal Ketuhanan yang terjelma dalam sejarah, dalam persekutuan manusia. Tipe neagra yang timbul berdasarkan ide tersebut belakangan ini merupakan sintetis tipe-tipe yang telah disebutkan pada bagian a dan b.
2.2    Hakekat Negara
2.2.1   Tinjauan Historis
     Tinjauan secara HISTORIS adalah tinjauan dari perkembangan penggunaan istilah dan dasar pemakaian istilah tersebut mengenai apa yang kini disebut sebagai “negara”, yakni sejak masa Yunani dan Romawi kuno, masa abad menengah, masa permulaan abad modern, hingga masa kini. Masa Yunani Kuno : negara dikenal dengan istilah Polis, yang kalau kita tinjau dari sudut pandang sekarang artinya “suatu negara kota”(city state) dengan segala sifat khususnya, seperti misalnya demokrasi langsung. Dari sini kemudian timbul pengertian politik dan ilmu politik
     Masa Romawi Kuno : negara dikenal dengan istilah “empiri, Empirio, Empirium”, dengan wilayah yang sudah sangat luas (country state), dan penekanan pada segi pemerintahan (empire). Negara menjadi semacam milik suatu dinasti (wangsa, keturunan). Hal ini terus berkembang hingga jaman modern dengan istilah : Kerajaan, Kekaisaran, Kesultanan, Kesunanan, dll
     Masa Abad Menengah :Tinjauannya bersifat keagamaan, sehingga negara disebut dengan istilah “civitas”(masyarakat). Dalam hal ini oleh Augustinus, negara dipisahkan antara yang bersifat keagamaan/keilahian (civitas Dei) dan negara yang bersifat keduniawian (civitas terrena atau civitas diaboli), dengan pandangannya yang bersifat teokratis-langsung, Augustinus berpendirian bahwa civitas terrena harus mendekati “civitas Dei” yang diatur oleh hukum-hukum Tuhan. (teori ini sering dikenal sebagai “Teori MatahariRembulan” yaitu bahwa Tuhan adalah matahari yang sinar keilahiannya menerangi Raja/negara sebagai Rembulan).
     Dalam masa perkembangannya, dengan munculnya faham untuk memisahkan soal duniawi dengan soal keagamaan (sekularisme), timbulk teori yang oleh Thomas Aquino disebut “Teori Dua Pedang”( Zwei Zwaaden Theori) yaitu : Pedang Tuhan (Penguasa Keagamaan) dipegang Gereja n Pedang Dunia (Penguasa Dunia) yang dipegang Raja, dimana keduanya terpisah, berkedudukan sama/sederajat Sehingga dalam masyarakat dikenal tiga organisasi masyarakat yaitu civitas Dei (keagamaan), Civitas Terrena (Keduniawian) dan Civitas Academika (Masyarakat Ilmiah) n
     Selanjutnya dikenal pula istilah “La Stato” (staat, state) yang dikem,ukakan oleh Machiavelli, yang mengandung maksud bahwa negara itu sifat hakekatnya adalah suatu ikatan tertentu atau status tertentu. Pemikiran ini terus mengalami perkembangan terutama dengan perkembangan teori hukum alam dimana bernegara berarti suatu peralihan status dari status alamiah ke status bernegara (dari status naturalis ke status civilis) • Istilah lain kita jumpai dari perkembangan di Jerman pada masa perang dunia I, yaitu istilah ‘Reich’ atau ‘Rijk’ yang timbul akibat adanya teori Kedaulatan Negara. Istilah ini berasl dari kata “Regn-Regnum” yang artinya memerintah, lalu menjadi Regering. Dengan demikian penekanan ada pada unsur Pemerintah, yang kemudian menimbulkan percampuradukan

2.2.2   Peninjauan Sosiologis

     Tinjauan sosiologis bersifat politis dikemukan oleh Rudolf Smend yang mengatakan bahwa tugas/fungsi negara yang terpenting adalah untuk integrasi (mempersatukan). Jadi hakekat negara ialah sebagai faktor pengintegrasi, yang meliputi persoonlijk (misal rakyat), zakelijk (tanah/wilayah), dan functioneel(fungsi memerintah dan diperintah). Oleh karena itu negara ialah ikatan-ikatan keinginan dari manusia agar dalam keadaan tetap (punya status), begitu lepas keninginan itu negara tidak ada. Variasi pendangan bersifat sosiologis karena beda penekanan : nn Rudolf Smend menekankan pada ‘willen verhalthis’( keinginan bersama) bukan ‘herrschafts verhalthis’ (kekuasaan/pemerintahan) Kranenburg menekankan hakekat negara sebagai ikatan orang-orang yang satu bangsa (group verbanu, volksgemeinscahft)
     Herman Heller dan Logemann menekankan pada kewibawaan (gezag) yaitu kekuasaan tertinggi ada pada siapa dan berlakunya untuk siapa. Sebab kenyataan menunjukkan bahwa banyak negara yang bukan merupakan suatu bangsa. penekanan pada kewibawaan berarti memandang negara itu sebagai organisasi atau kesatuan untuk memutuskan dan kesatuan untuk bekerjasama. Sebagai kesatuan untuk memutuskan, negara merupakan organisasi kewibawaan.
     Menurut max weber, ada 3 macam dasar kewibawaan : nnn Charismatisch gezag : kekuasaan yang bersandarkan sifat gaib (magisch religieus, seperti pada nabi, wali,dsb) Tradisioneel gezag : kewibawaan yang bersandar pada tradisi, misal kewibawaan yang dimiliki para raja karena keturunan Rationeel gezag : kewibawaan karena dasar pertimbangan rasional. Misal kewibawaan pada para tentara dan birokrasi, karena hierarki dan disiplin serta adanya sanksi. Menurut Prof Logemann, ada 5 macam gezag /kewibawaan :     Magisch-gezag (termasuk teocratisch gezag) Dynastiek gezag : kewibawaan bersandar keturunan Charismatisch gezag : kewibawaan karena kekuatan pribadi seseorang Kewibaan yang dilegitimasikan sebagai simbol perwakilan (mitos politik pada abad 19 : kedaulatan rakyat dan perwakilan ) Kewibawaan suatu elit : misal mitos abad 20, pasukan pelopor, kaum proletar, fasisme, nasional-sosialisme.
     Oppenheimer memandang negara sebagai organisasi penaklukan wilayah yang satu terhadap wilayah lain. Jadi sifat hakekat negara adalah organisasi yang menaklukan kelompok lain. Leon Duguit menyatakan bahwa sifat hakekat negara ialah organisasi dari orang-orang kuat yang memaksakan kehendaknya terhadap orang-orang yang lemah. Pandangan lain dari Johan Kaspar yang melihat sifat hakekat negara sebagai organisasi yang hidup (organis/de organische staatleer) dan mempunyai kehidupan sendiri yang dalam berbagai hal menunjukkan kemiripan dengan organisme manusia serta dapat bertindak seolah-olah seperti orang, bahkan mempunyai kehendak sebagai orang, kehendak negara dilakukan oleh organ negara (seperti parlemen, presiden dll)
     Johan kaspar menggambarkan negara sebagai suatu pribadi moral dan spiritual yang dapat dibandingkan dengan manusia. Yang seolah-olah merupakan badannya organisasi konstiusionalnya negara yang seperti manusia yang juga tunduk pada hukum pertumbuhan, kemunduran, dan akhirnya kematian. Yang dapat dipandang sebagai nyawanya ialah semangat nasional dari rakyatnya yang terjelma dalam bentuk bahasa nasional dan adat kebiasaan serta pandangan hidup rakyatnya. Teori organisme ini sebenarnya sudah dirintis oleh Plato, Aristoteles, Thomas Aquino, dan Alfarabi. Kata Alfarabi : negara sebetulnya adalah suatu tubuh yang hidup sebagai halnya tubuh manusia ( the state is the body politics as the body pysical)
a.         Pandangan Socrates
     Semua manusia menginginkan kehidupan aman,tenteram,dan lepas dari gangguan yang memusnahkan harkat manusia. Kala itu,orang-orang yang mendambakan ketenteraman menuju bukit dan membangun benteng,serta mereka berkumpul disana menjadi kelompok. Kelompok inilah yang oleh Socrates dinamakan polis(satu kota saja).Organisasi yang mengatur  hubungan antara orang –orang yang ada di dalam polis itu tidak hanya mempersoalkan organisasinya saja,tapi juga tentang kepribadian orang-orang di sekitarnya. Socrates menganggap polis identik dengan masyarakat,dan masyarakat identik dengan Negara.
b.         Pandangan Plato
     Plato adalah murid dari Socrates. Ia banyak menulis buku,diantaranya yang terpenting adalah “Politeia” atau Negara, “Politicos” atau ahli negara, dan  “nomoi” atau undang-undang. Paham plato mengenai Negara adalah keinginan kerjasama antara manusia untuk memenuhi kepentingan mereka.Kesatuan mereka inilah kemudian disebut masyarakat,dan masyarakat itu adalah negara. Terdapat persamaan antara sifat-sifat manusia dan sifat-sifat Negara.
c.         Pandangan Aristoteles
Menurut Aristoteles, negara itu adalah gabungan keluarga sehingga menjadi kelompok yang besar. Kebahagiaan dalam negara akan tercapai bila terciptanya kebahagiaan individu (perseorangan). Sebaliknya,bila manusia ingin bahagia,dia harus bernegara,karena manusia saling membutuhkan  satu dengan yang lainnya dalam kepentingan hidupnya. Manusia tidak dapat lepas dari kesatuannya.Kesatuan manusia itu adalah negara.negara menyelenggarakan kemakmuran warganya. Oleh karena itu ,negara sebagai alat agar  kelompok manusia bertingkah laku mengikuti tata tertib yang baik dalam masyarakat. Dengan demikian ,negara sekaligus merupakan organisasi kekuasaan.
d.   Pandangan Kranenburg dan Rudolf Smend
     Yang dipersoalkan dalam peninjauan sosiologis ini adalah bagaimana kelompok manusia sebelum terjadinya negara. Karena kelompok itu perlu diatur,maka dibentuklah organisasi sebagai alat untuk mengatur kelompok tersebut,yaitu organisasi negara. Agar alat itu dapat bermanfaat, maka alat itu harus mempunyai kekuasaan/kewibawaan. Dengan demikian,maka muncul sifat hakikat negara adalah:  
·  Dwang organisatie;atau
·  Zwang ordnung;atau
·  Coercion instrument
    
     Jadi, Negara dalam hal ini semata-mata sebagai alat yang dapat memaksakan manusia-manusia dalam kelompok itu tunduk pada kekuasaannya,agar berlaku tata tertib yang baik dalam masyarakat.(Max Boli Sabon,1994:70-71).
     Yang memiliki kekuasaan/kewibawaan ini pertama-tama dilihat dalam masyarakat keluarga, maka seorang ayah muncul sebagai yang mempunyai kekuasaan itu. Kemudian masyarakat itu menjadi makin besar yang disebut negara,kekuasaan demikian masih tetap terbawa oleh pemimpin Negara itu (from the family to state).perkembangan lebih lanjut,ternyata bahwa tidak semua kelompok masyarakat terjadi dengan sendirinya seperti masyarakat keluarga itu, melainkan adapula kelompok masyarakat yang sengaja dibuat. Kelompok masyarakat itu sengaja dibuat,karena orang-orang yang berkelompok itu merasa dirinya senasib, sekeinginan, sekemauan dan setujuan. Untuk itu, Kranenburg mencoba mengadakan system pengelompokan manusia didalam masyarakat berdasarkan dua ukuran, yaitu:
               i.      Apakah perkelompokan itu ada disuatu tempat tertentu atau tidak;
             ii.      Apakah kelompok itu teratur atau tidak.
Dari dua unsur tersebut,diperoleh empat macam kelompok masyarakat sebagai berikut:
i.      Kelompok yang ada disatu tempat tertentu dan teratur,contohnya,kelompok orang-orang dalam ruang kuliah, atau kelompok orang-orang yang menonton bioskop.
ii.    Kelompok yang ada disatu tempat tertentu, namun tidak teratur misalnya; massa dalam demonstrasi liar.
iii.  Kelompok yang tidak setempat dan tidak teratur; misalnya, kelompok     tukang jual kacang rebus, kelompok penjaja Koran.
iv.  Kelompok yang tidak setempat tetapi teratur; kelompok inilah yang disebut Negara, oleh Kranenburg, karena kelompok ini terbentuk bukan karena kesamaan tempat, melainkan  membentuk kelompok yang teratur.

      Usaha mereka untuk mengadakan pengelompokan karena adanya rasa bersatu yang erat disamping mereka menghadapi bahaya bersama. Jadi yang penting menurut Kranenburg adalah pengelompokan itu terjadi atas dasar bahaya bersama,an tujuan kelompok itu adalah mengatur diri mereka sendiri.dengan peratura yang dibuat.sebaliknya dari segi individu,timbul keinginan untuk menaati peraturan-peraturanyang dibuat (adanya ikatan keinginan). Ikatan keinginan itu lalu menjelma dalam ikatan kemauan bersama, yang terkenal dengan istilah willenverhaltnis, baru kemudian secara logis timbul suatu tujuan bersama. Kesatuan akan tujuan bersama disebut teleologische einheit.Setelah adanya ikatan kemauan baru timbul soal penguasaan,yaitu persoalan siapa yang menguasai dan siapa yang dikuasai. Yang memegang kekuasaan adalah ikatan penguasa atau yang disebut dengan istilah Herrschaftsverhaltnis. Ikatan penguasa dilihat dari adanya kekuatan yang mengharuskan ditaatinya peraturan dalam Negara tersebut.Peninjauan sosiologis yang menimbulkan taraf demi taraf sampai timbulnya hubungan antara yang menguasai dan yang dikuasai inilah merupakan suatu peninjauan ilmiah yang sistematis.
     Sebagai spesifikasi dari peninjauan sosiologis ini adalah peninjauan politis. Menurut Rudolf Smend,fungsi dari Negara yang terpenting ialah untuk integrasi (mempersatukan). Kerangka berfikir Rudolf Smend adalah Negara sebagai ikatan keinginan yang diusahakan agar selalu tetap (statis), dengan cara mengadakan faktor-faktor integrasi tersebut. Ikatan keinginan dikatakan sebagai faktor integrasi, karena jika ikatan keinginan itu lepas dari Negara, maka Negara menjadi tidak ada (lenyap) dan menimbulkan separatisme.Oleh karena Rudolf Smend mengatakan bahwa tugas Negara yang terpenting adalah integrasi, maka peninjauannya bersifat politis.
e.     Pandangan Heller dan Logemann
     Berbeda dengan pendapat Kranenburg, Heller dan Logemann menyatakan, bahwa yang terlihat adalah bukan Negara sebagai suatu kesatuan bangsa,melainkan kewibawaan atau kekuasaa tertinggi ada pada siapa atau berlakunya untuk siapa.
     Logemann mengatakan bahwa Negara itu pada hakikatnya adalah suatu organisasi kekuasaan yang meliputi atau menyatukan kelompok manusia yang kemudian disebut bangsa.Jadi, pertama-tama Negara itu adalah suatu organisasi kekuasaan, dalam mana terkandung pengertian dapat memeksakan kehendaknya kepada semua orang yang diliputi oleh organisasi ini. Maka, Logemann berpendapat bahwa yang primer itu adalah organisasi kekuasaannya, yaitu Negara. Sedangkan kelompok manusianya adalah sekunder.
     Heller juga mengatakan bahwa teori Kranenburg itu tidak benar karena jika dalam Negara jajahan maka antara yang menguasai dengan yang dikuasai tidak meupakan satu kesatuan bangsa.Demikian pila, seperti di Commenwealth Inggris.

f.     Pandangan Openheimer dan Gumplowicks
     Bertolak dari herrschaftsverhaltnis, mereks berpendapat bahwa suatu Negara itu ada karena penaklukan kelompok yang satu dengan yang lain. Jadi, sifat hakikat Negara adalah organisasi yang melaklukan kelompok-kelompok lain.
g.    Pandangan Leon Duguit
     Sebagaimana pandangan-pandangan sebelumnya yang bertolak dari herrschaftsverhaltnis, demikian pula Leon Duguit, namun dengan versi yang berbeda.Leon Duguit mengatakan, bahwa sifat hakikat Negara adalah oarganisasi dari orang-orang yang kuat untuk melaksanakan kehendaknya terhadap orang-orang yang lemah.
h.    Pandangan Harold J. Laski
     Dengan adanya herrschaftsverhaltnis berarti adanya kekuasaan tertentu, yang biasanya disebut adanya suatu kedaulatan tertentu. Laski berpendapat, bahwa akibat perkembangan peradaban manusia, maka banyak kelompok masyarakat yang terbentuk karena kesadaran akan bahaya bersama. Kelompok-kelompok itu memiliki kedaulatannya sendiri dalam bidannya sendiri pula (misalnya perkumpulan/ organisasi mahasiswa, pemuda, sepakbola).Jika dibandingkan dengan Negara, maka organisasi Negara memiliki kedaulatan tertinggi (top organisatie). Pandangan ini disebut pliralistis karena mengakui kedaulatan ditiap kelompok organisasi, atau istilah lainnya polyaarchisme. Harold J, Laski adalah salah seorang tokohnya. Kedaulatan dalam organisasi yang bukan Negara ini yang bukan Negara ini yang kemudian oleh serjana-serjana belanda disebut souverinitet in eigen kring atau subsidiariteits beginsel, misalnya gereja-gereja yang mempunyai kedaulatan sendiri.

2.2.3   Peninjauan Yuridis

     Tinjauan YURIDIS tentang sifat hakekat negara dimulai dengan bertitik tolak pada manusia ‘in abstracto’/ manusia di alam bebas terlepas dari masyarakat yang hanya dikuasai oleh hukum alam. Manusia bebas tersebut dengan rasionya ingin mengikatkan diri sehingga mempunyai status tertentu, yaitu status ‘civilis’(status bernegara). Metodenya bersifat fiksi, spekulatif, tak peduli apakah dalam kenyataannya ada, sehingga juga a histori. Sifat teori ini logisrasional, yakni memberi tempat pada logika dan rasio manusia.
Pandangan yuridis ada 3 variasi :
• Teori hak milik yang memandang negara sebagai obyek hukum (rechts objekt) negara sebagai objek hukum berarti negara sebagai obyek dari orang-orang yang telah bisa bertindak. Teori ini dengan sendirinya memandang negara sebagai suatu alat dari manusia dan dalam hal ini manusia tertentu yang lebih tinggi daripada yang dijadikan objek (negara). Teori ini dijumpai pada abad menengah, dimana negara dianggap sebagai objek perjanjian dari para tuan tanah, raja-raja, dan para panglima. Prosesnya : tuan-tuan tanah yang memiliki wilayah/tanah luas tidak dapat sendiri menguasai tanahnya, lalu mengangkat para panglima tentara dengan imbalan jasa tanah. Tanah yang dimiliki panglima tambah luas lalu lama-lama menjadi negara, karena pemilikan tanah-tanah itu menimbulkan hak-hak lain menurut hukum, seperti hak atas orang-orang yang diam disitu, hak untuk memungut pajak, hak untuk kerja paksa, dll. Sehingga raja, tuan tanah dan para panglima kedudukannya lebih tinggi daripada negara
• Teori Perjanjian, yang memandang negara sebagai ‘Rechtsverhaltnis’ yaitu negara sebagai hasil perjanjian dari orang-orang tertentu dan kemudian orang-orang tertentu itu membentuk bangunan yang disebut negara. Teori perjanjian ini ada 2 macam, yaitu: n Perjanjian Perdata yang bersifat dualistis (bertemunya dua kepentingan yang berbeda, misal kepentingan akan uang dan kepentingan akan perlindungan) n Perjanjian Publik/perjanjian kemasyarakatan (social contract) yang didasarkan atas persamaan kepentingan (gesamt-akt), yakni kepentingan bernegara. Jadi pada hakekatnya negara adalah produk suatu perjanjian baik bersifat Perdata (dualistik)
• Pandangan mengenai negara sebagai subjek hukum (rechtssubjekt), yakni negara bertindak sebagai pembentuk hukum, sebagai ‘rechtspersoon’, sebagai badan hukum, sebagai penjelmaan tata hukum nasional (kelsen), sebagai organisasi kekuasaan atau jabatan yang dapat memaksakan kehendaknya berupa hukum. Dari pandangan ini sangat terkenal ialah “reine rechtslehre” Hans kelsen. Menurut kelsen negara pada hakekatnya adalah suatu ketertiban norma-norma hukum, suatu ‘normen ordnung’, karena tersusun dari norma-norma hukum yang mengikat, maka sebagai konsekuensi logis negara punya kekuasaan. akibatnya negara kedudukannya lebih tinggi daripada rakyat. dalam pandangan yang ‘norm logisch’ ini yaitu yang memandang negara sebagai suatu sistem hukum semata, ketertiban negara tidak lain adalah merupakan ketertiban hukum. Dengan demikian negara dan hukum dianggap identik, sedangkan organ negara Stufen Theorie Hans kelsen (general Theoriy of law and state, 1945) mengemukakan teori yang sangat terkenal tentang hirarki norma-norma hukum (stufen theorie) yang berbentuk kerucut/stupa. Kelsen mengemukakan dua lapis norma hukum, sedangkan muridnya Hans nawiasky mengemukakan tiga lapis norma hukum. Yaitu :
• Lapis pertama norma hukum menurut kelsen maupun nawiasky ialah apa yang disebut ‘Grundnorm’ yaitu norma dasar yang tertinggi yang bersifat presupposed dan tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dasar berlakunya, tidak perlu diperdebatkan lagi, karena merupakan sesuatu yang fiktif, hipotetis, aksioma. Pencerminannya di Indonesia ialah Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 (yang bersifat Filosofis)
• Kalau kelsen langsung menuju ke lapis norma-norma hukum yang bertingkat-tingat, nawiasky mengemukakan lapis kedua setelah ‘grundnorm’ ialah staatsgrundgesetze (aturan dasar negara), pencerminan di Indobnesia ialah batang tubuh UUD 1945, ini masih aturan dasar yang pokok bagi negara sebagai penjabaran dari Grundnorm
• Lapis ketiga ialah yang oleh kelsen disebut norm (biasa) atau oleh nawiasky disebut formelle Gestze, berupa peraturan perundangan, misal di Indonesia UU dan perpu, PP, Kepres, dsb.
     Dalam peninjauan yuridis ini, ada tiga pokok persoalan dalam masyarakat yang perlu diketahui sebelumnya, yaitu:
a.              Rechts objek;
b.             Rechts subjek;
c.              Rechts verhaltnis;
     Akan tetapi secara sistematis pembicaraan di mulai dengan Rechts subjek, yaitu mengenai siapa yang menjadi subjek dalam hukum, artinya yang mempunyai hak dan kewajiban. Rechts subjek yang satu mengadakan hubungan hukum dengan Rechts subjek yang lain. Hubungan ini disebut Rechts objek.
a.    Negara sebagai Rechts Objek
     Negara sebagai Rechts objek berarti Negara dipandang sebagai objek dari oarng unutk bertindak.Teori ini dengan sendirinya memandang Negara sebagai alat dari manusia tertentu untuk melaksanakan kekuasaannya.Oleh karena itu, manusia tertentu itu mempunyai status lebih tinggi dari Negara sebagai objek tadi.
     Teori-teori ini ini dijumpai dalam abad pertengahan, dimana panglima, raja, dan tuan-tuan tanah sebagai Rechts subjek, dan Negara hanyalah Rechts objek, yaitu alat untuk menguasai orang yang ada di atas tanah. Jadi, status Negara lebih rendah daripada orang-orang tertentu tersebut. Negara ini terjadi karena tuan tanah tidak dapat mengawasi tanahnya yang begitu luas sehingga diangkatlah panglima, dengan memberikan tanah sebagai hadia. Selain tuan tanah mempunyai hak atas tanah, dia mempunyai hak untuk memungut pajak terhadap orang yang berada diatas tanah tersebut, mempekerjakan orang yang tinggal disitu, dan menghukum orang-orang yang tidak patuh pada peraturan yang dibuatnya. Agar orang tersebut dapat tunduk pada kekuasaan tuan tanah dan panglima itu, lau dibentuklah Negara. Maka Negara sebagai alat dari tuan tanah dan panglima tersebut.
b.    Negara sebagai Rechts verhaltnis
     Pandangan pertama mengenai Negara sebagai alat, sedangkan yang kedua ini mengenai Negara sebagai hasil perjanjian.Setelah ada perjanjian masyarakat, lalu timbul ikatan (verhaltnis) dan ikatan inilah yang dinamakan Negara itu.
     Dalam setiap perjanjian, termasuk ajaran Rousseau mengenai pejanjian pembentuk Negara, terjadilah pertemuan pentingan.Pandangan dualism pada abad pertengahan mengatakan bahwa para petani, pedagang, tukang, dan lainnya selaku warga masyarakat yang tidak dapat menjamin keselamatannya, maka mereka memerlukan perlindungan dengan mengadakan kontrak dengan penguasa sebagai orang sekotanya. Dalam hal ini terdapat dua kepentingan yang berbeda, yang satu pihak menghendaki jaminan keselamatan, sedangkan pihak lain menghendaki uang (berupa pajak). Ini perjanjian yang timbale balik atau disebut verdrag.
     Sisi lain dari teori Rousseau, dimana melihat rakyat mempunyai keinginan yang satu, kemudian bersama-sama berjanji membentuk Negara, atau biasa disebut gesamtakt (suatu tindak hukum  bersama).
     Baik verdrag maupun gesamtakt, sama-sama membentuk verhaltnis.Maka, sifat hakikat Negara jika dipandang sebagai Rechts verhaltnis, Negara adalah perjanjian yang merupakan tampat pertemuan kepentingan. Meskipun demikian, kontruksi tentang sifat hakikat Negara berdasarkan verhaltnis ini ada dua macam, yaitu:
i.        Pertemuan yang timbale balik (verdrag); dan
ii.      Pertemuan kepentingan yang sama (tidak timbal balik) atau gesamtakt.
c.    Negara sebagai Rechts subjek
     Pandangan Negara sebagai Rechts subjek berarti Negara sebagai pembuat hukum. Oleh karena Negara merupakan organisasi kekuasaan, maka Negara juga dipandang sama dengan organisasi lainnya yang dipandang sebagai orang atau persoon atau subjek hukum  (Rechts persoon) sebagai Rechts persoon, Negara juga mempunyai hak dan kewajiban, termasuk hak untuk membuat hukum, dan kewajiban untuk melaksanakan hukum sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, sifat hakikat Negara jika di pandang dari sudut Rechts subjek, maka Negara adalah Rechts persoon.
2.2.4 Teori Satu, Dua dam Tiga Segi
·       Teori satu segi
     Teori satu segi tentang hakekat negara maksudnya bahwa pandangan-pandangan teoritik tentang hakekat negara baik yang bersifat sosiologis, maupun yang bersifat yuridis menunjukkan bahwa pandangannya tentang hakekat negara hanya terhadap satu aspek/segi saja. Yaitu kalau tidak pada hakekat negara dalam sosoknya sebagai suatu kenyataan sosial atau institusi sosial, atau pada hakekatnya negara sebagai suatu bangunan/bentukan hukum, suatu institusi hukum. Pandangan yang demkian di sebut “Eine-seiten-theorie” tentang hakekat negara, yang tentunya belum dapat memberikan gambaran sesungguhnya tentang negara secara lebih utuh. Sehingga mendorong lahirnya teori dua segi
·       Teori dua segi
     Teori dua segi dikemukan oleh Jellinek yang membagi ilmu negara umum dalam dua aspek yakni ilmu negara sosiologis dan ilmu hukum negara atau ilmu negara yuridis. Negara dalam pengertian sosiologis ialah kesatuan ikatan yang hidup bersama dan kerjasama, yang dilengkapi dengan kekuasaan memerintah yang asli, pada suatu wilayah tertentu, maka pengertian negara sosiologis mengandung empat unsur : Wilayah negara, Bangsa negara, Kewibawaan Konstitusi negara. Negara dalam makna yuridis ialah badan wilayah yang dilengkapi dengan kekuasaan untuk mengatur diri sendiri.
     Lebih jelas lagi menurut Jellinek, hakekat negara sosiologis ialah negara sebagai ‘soziales factum’, yaitu negara dipandang dari luar yang menampak sebagai suatu ‘ganzneiy’ (kebulatan/totalitas) dari suatu bentuk kehidupan sosial. Sedangkan negara secara yuridis ialah pandangan terhadap negara dari dalam yang menampak sebagai suatu struktur atau organisasi yang terdiri dari lembagalembaga kenegaraan yang adanya karena penetapan didalam ketentuan hukum tertentu dan melaksanakan tugasnya berdasarkan ketentuan hukum pula. Atas jasanya dalam mengemukakan hakekat negara secara lebih lengkap, baik dalam sosok sebagai kenyataan sosial maupun sebagai bentukan hukum, Jellinek digelari sebagai bapak Ilmu Negara.
·       Teori tiga segi
     Pelopor teori ini adalah Han nawiasky yang mengemukakan hakekat negara dilihat dalam tiga segi, yakni :
• Negara sebagai idea/gagasan
 • Negara sebagai gejala sosial
 • Negara hukum sebagai idea sebagai gejala sosial sebagai gejala/ pengertian
Negara sebagai idea/gagasan, dirangkum sebagai persekutuan sosial yang membulat/organisasi, yang berdaulat, mengatasi perhubungan pribadi individual, dari tingkat yang tertinggi dengan tujuan duniawi yang mencakup (terakhir). Jadi sebagai suatu gagasan negara itu harus bersifat menyeluruh atau mengatasi individu dan kolektifitas yang lain. Yang pertama ialah gagasan bernegara dulu, setelah itu baru aspek sosiologis dan yuridis. Negara senagai gejala sosial, dapat diringkas dalam rumusan sebagai suatu institusi sosial untuk mewujudkan gagasan negara (modalita) dalam realita. Negara sebagai pengertian hukum ialah pengertian yang menyeluruh dari organisasi yang merupakan suatu ikatan duniawi yang memangku jabatan pengaturan hukum yang tertinggi.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
     Konsep Negara memiliki dua pengertian:
     Negara adalah organisasi di suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati rakyatnya. Negara adalah kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi di bawah lembaga politik dan pemerintah yang efektif, mempunyai satu kesatuan politik dan berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya. Antara ide dan pengertian Negara dapat di tarik perbedaan yang tegas. Hal tersebut dapat dilihat sebagai berikut:
1. Ide Negara yaitu:
-  Sebagai cita-cita
-  Sebagai idealisme
-  Bagaimana Negara “seharusnya ada”
-  Pemikiran –pemikiran tertentu mengenai Negara
2. Pengertian Negara, yaitu:
-  Sebagai kenyataan
-  Sebagai realisme
-  Bagaimana Negara itu “ada” dalam kenyataan sejarah
-  Kenyataan dari pemikiran tertentu mengenai Negara
            Selanjutnya, hakekat negara dapat jelaskan dalam 3 tijauan yaitu:
1.      Peninjauan Sosiologis
2.      Peninjauan Yuridis
3.      Peninjauan Historis
Dan dapat dilihat dari tiga teori yaitu teori satu, dua dan tig segi.
3.2 Saran
      Dalam pembutan makalah ini kami menyadari banyak  kekeliruan dan masih jauh dari kata sempurna, Oleh karena itu kami mengharapkan dari semua pihak untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun,untuk kelancaran pembuatan makalah selanjutnya. Namun, kami berharap makalah kami bisa bermanfaat bagi kita semua terutama bagi pemakalah.















DAFTAR PUSTAKA
www.google.com/teori satu,dua dan tiga segi tentang hakekat negara/. Diakses pada tanggal 17 September 2014
www.wikipedia.com/hakekat negara dilihat dari tinjauan sosiologis,yuridis dan historis/. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By