Breaking News

Senin, 23 Mei 2016

Makalah Bahasa Indonesia : Ihwal Diksi



KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt berkat rahmat dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas makalah ini. Tak lupa pula shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan atas junjungan Nabi besar kita Muhammad saw serta keluarga dan para sahabatnya.
Segala ucapan dan tindakan pernah terjadi tanpa hidayah dan inayah-Nya tuk sekalian alam, termasuk dalam penyelesaian makalah ini dengan judul “IHWAL DIKSI“.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, Oleh karena itu penulis senantiasa membuka diri kepada seluruh pihak yang terkait, memohon bimbingan berupa kritik dan saran yang sifatnya konstruktif demi kesempurnaan kedepannya.
Akhirnya penulis senantiasa mengharap ridha Allah swt, semoga amal bakti yang diperbuat mendapat imbalan di sisi-Nya amin.
Rabu, september 2011

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL                                                                                           i
KATA PENGANTAR                                                                                         ii
DAFTAR ISI                                                                                                        iii
BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar belakang                                                                                         4
B.  Rumusan masalah                                                                                    5
C.  Tujuan                                                                                                      5
BAB II PEMBAHASAN
A.  Pengertian diksi             26nbsp;                                                                          6
B.  Peranti-peranti diksi                                                                                 7
C.  Ikhwal peristilahan                                                                                   13
D.  Masalah-masalah diksi                                                                             14

BAB III PENUTUP
A.  Kesimpulan                                                                                              15
B.  Saran                                                                                                        16
DAFTAR PUSTAKA




BAB I
PENDAHULUAN
  
A.      Latar belakang
Pilihan kata atau diksi dapat diartikan sebagai upaya memilih kata untuk mendapatkan hasil akhir berupa kata tertentu (yang dipilih) untuk dipakai dalam suatu tuturan bahasa. Dalam pemakaian, penutur bahasa pasti melakukan seleksi atas kata-kata yang dianggapnya paling cocok dipakai dalam situasi tertentu. Misalnya untuk sampai pada keputusan memilih salah satu  dari kata dungu, bodoh, goblok, yang notaben bersinonim, ada faktor tertentu yang menjadi pertimbangan si pemilih kata. Kecermatan memilih kata (diksi) sangat diperlukan terutama dalam menulis.
Suatu kesalahan besar jika kita menganggap bahwa persoalan dalam memilih kata adalah suatu persoalan sederhana, tidak perlu dibicarakan atau dipelajari karena akan terjadi dengan sendirinya secara wajar pada diri manusia. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita menjumpai orang-orang  yang sangat sulit mengungkapkan maksud atau segala sesuatu  yang ada dalam pikirannya dan sedikit sekali variasi bahasanya.
Pemilihan kata merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam hal tulis- menulis maupun berbicara dalam kehidupan sehari-hari. Pemilihan kata berhubungan erat dengan kaidah sintaksis, kaidah makna, kaidah hubungan sosial, dan kaidah karang-mengarang. Kaidah-kaidah ini saling mendukung sehingga tulisan atau apa yang kita bicarakan menjadi lebih berbobot dan bernilai lebih mudah dipahami dan dimengerti oleh orang lain.
B.       Rumusan Masalah
a.      Pengertian diksi
b.      Peranti-peranti diksi
c.       Pengertian ihwal peristilahan
d.      Masalah-masalah diksi
C.    Tujuan
Terkait pembahasan dalam makalah ini, penulis bertujuan  untuk mengidentifikasi kesalahan-kesalahan dalam pemilihan dan pendayagunaan kata dalam bahasa indonesia.





BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Diksi

Kata atau diksi adalah pemilihan kata-kata yang sesuai dengan apa yang hendak  kita ungkapkan. Saat kita berbicara kadang kita tidak sadar dengan kata-kata yang kita gunakan. Maka dari itu, tidak jarang orang yang kita ajak bicara salah menangkap maksud pembicaraan kita. Diksi mempunyai tiga definisi yakni:
a)      Diksi  ialah kata-kata yang dipakai untuk menyampaikan gagasan bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan gagasan-gagasan yang tepat dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam situasi.
b)      Pilihan kata atau diksi ialah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menentukan bentuk yang sesuai dengan nilai rasa di situasi masyarakat.
c)      Diksi ialah penguasaan sejumlah kata besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Pada galibnya, ketiga definisi tersebut bisa disimpulkan bahwa diksi ialah kata-kata yang dipakai untuk mengungkapkan ide/gagasan secara  tepat sesuai dengan konteks sosiopsikontropologis.
Dengan demikian, jika diksi yang kita pilih bagus, tulisan yang kita buat akan bagus pula.

B.     Peranti-peranti Diksi
1.        Peranti Kata Berdenotasi dan Berkonotasi
Dalam studi linguistik ditegaskan bahwa kata yang tidak mengandung makna tambahan atau perasaan tambahan makna tertentu disebut denotasi.  Adapun makna yang disebut denotasi adalah makna yang sebenarnya, makna yang ditunjukan oleh sesuatu yang disimbolkan itu. Sebuah peranti duduk dalam perkantoran, misalnya saja, namanya ‘kursi’. Maka, peranti untuk duduk itu disebut sebagai ‘kursi’ dalam hal ini memiliki makna apa adanya, sesuai dengan yang disimbolkan, tidak ada nuansa makna lain di luar makna sesungguhnya. Jadi makna itulah yang disebut makna denotatif. Karya-karya jurnalistik harus mengutamakan kata-kata denotatif demikian ini dibandingakan kata-kata konotatif.
Dalam studi bahasa pula lazimnya diketahui bahwa makna konotatif adalah makna yang mengandung arti tambahan, perasaan tertentu, atau nilai rasa tertentu disamping makna dasar yang umum. Konotasi  atau makna konotatif sering disebut makna konotasional, makna emotif, atau makna evaluatif. Dapat juga dikatakan makna  konotatif adalah makna kias, bukan makna sesungguhnya. Misalnya; ‘Dengan memanjatkan puji syukur kepada kepada...’ pemakaianbentuk ‘memanjatkan’ dalamkalimat di atas itu jelas sekali bermakna konotatif, bukan denotatif.

2.        Peranti Kata Bersinonimi dan Beranatonimi
Kata ‘bersinonim’ berati kata sejenis, sepadan, sejajar dan serumpun, dan memiliki arti sama. Secara lebih gampang dapat dikatakan bahwa sinonim sesungguhnya adalah persamaan makna kata. Adapun kata yang dimaksud ada dua kata atau lebih yang berbeda bentuknya, ejaannya, pengucapan lafalnya, tetapi memiliki makna yang sama atau hampir sama.
Misalnya; kata ‘hamil, ‘mengandung’ serta ‘bunting’. Ketiga bentuk kebahasaan itu dapat dikatakan bersinonim karena bentuknya berbeda, tetapi maknanya sama.
Bentuk kebahasaan tertentu akan dapat dikatakan berantonim kalau bentuk itu memiliki makna yang tidak sama dengan makna lainnya. Dalam linguistik dijelaskan bahwa antonim menunjukkan bentuk-bentuk kebahasaan itu memiliki relasi antarmakna yang wujud logisnya berbeda atau bertentangan antara satu dengan yang lainnya. Misalnya: ‘panas dan ‘dingin’, ‘pintar dan ‘bodoh’.
3.        Peranti Kata Bernilai Rasa
Diksi atau pemilihan kata juga mengatakan untuk senantiasa menggunakan kata-kata yang bernilai rasa dan cermat. Memang sering ada kontraversi antara kata-kata bernilai rasa dan kata-kata baku. Kadang ditemukan bahwa kata baku tertentu tidak memiliki nilai rasa sama sekali. Sebaliknya, dapat pula ditemukan bahwa kata bernilai rasa jauh dari dimensi kebakuan.
Dalam konteks pemakaian umum, sebagai contoh, kata ‘wanita’ dan ‘perempuan’ juga dipersoalkan. Ada yang mengatakan bentuk ‘perempuan’ lebih benar, tetapi ada yang mengatakan ‘perempuan’ itu tidak memiliki nilai rasa. Jadi, pertimbangan untuk memilih bentuk kebahasaan tertentu yang dianggap atau dirasakan lebih tepat lebih memenuhi nilai rasa dengan konteks pemakaian sangat penting dilakukan.
4.        Peranti Kata Konkret dan Abstrak
Kata konkret adalah kata-kata yang menunjuk pada objek yang dipilih, didengar, dirasakan, diraba atau dicium. Jadi, sesungguhnya kata-kata konkret menunjuk pada kata-kata yang dapat diindra. Lazimnya kata-kata konkret dalam ilmu bahasa merupakan kata yang bukan kata jadian atau kata bentukan.
Dengan kata lain, kata-kata yang sifatnya konkret itu melambangkan atau menyimbolkan sesuatu. Kata ‘meja’ dan ‘kursi’ jelas sekali merupakan kata konkret. Akan tetapi kalau ‘pendidikan atau ‘pembodohan’, ‘kemiskinan’, ‘kepandaian’ jelas merupakan kata-kata yang tidak diindera. Jadi, demikian itulah cara kerja diksi atau pemilihan kata, harus ada diantara entitas-entitas kebahasaan itu sendiri.
Sedangkan kata abstrak yaitu menunjuk pada konsep atau gagasan. Kata-kata abstrak sering dipakai untuk mengungkapkan gagasan yang cenderung rumit.
Bentuk kebahasaan seperti ‘pembodohan’ dan ‘kemiskinan tentu saja merupakan kata-kata abstrak yang hanya dapat ditangkap maknanya dengan kejernihan pemikiran dan ketajaman pikir. Jadi, pemaknaan atau penafsiran makna untuk kata-kata abstrak itu bukan melalui indera.


5.        Peranti Keumuman dan Kekhususan Kata
Kata-kata umum adalah kata-kata yang perlu dijabarkan lebih lanjut dengan kata-kata yang sifatnya khusus untuk mendapatkan perincian lebih baik. Kata-kata umum tidak tepat untuk mendeskripsikan sesuatu karena memiliki kadar akurasi yang rendah. Jadi, kata-kata umum ialah kata-kata yang luas ruang lingkupnya. Bentuk ‘binatang’ misalnya, bentuk ini masih umum atau terbuka dan masih perlu pembagian dalam macam-macam binatang. 
Kata khusus cenderung digunakan dalam konteks terbatas, dalam kepentingan-kepentingan yang perlu perincian, dan perlu ketepatan dan keakuratan konsep. Jadi, kata-kata khusus yaitu kata-kata yang sempit ruang lingkupnya, terbatas konteks pemakaiannya. Kata ‘tawes’ menunjukan makna khusus dalam pengelompokan ikan.
6.        Peranti Kelugasan Kata
Kata-kata yang lugas ialah kata-kata yang sekaligus juga ringkas, tidak merupakan fakta panjang, tidak mendayu-dayu, dan sama sekali tidak berbelit-belit. Lazimnya, kata-kata yang lugas itu juga bukan merupakan bentuk-bentuk kebahasaan kompleks. Pemakaian bentuk kata-kata yang verbalistis, yang keasing-asingan, sesungguhnya dapat dianggap bertentangan dengan prinsip kelugasan ini.
Orang cenderung  akan menggunakan bentuk asing karena merasa bahwa kata-kata yang bukan asing, tidak lugas, tidak pas, tidak tepat menggambarkan konsep. Dengan memerantikan bentuk kebahasaan yang belum sepenuhnya dikenal masyarakat itu karena keasingannya, dimensi kelugasanya akan jauh menurun.
7.        Peranti Penyempitan dan Perluasan Makna Kata
Sebuah kata dapat dikatakan mengalami penyempitan makna apabila di dalam kurun waktu tertentu maknanya bergeser dari semula yang luas ke makna yang sempit atau terbatas.
Misalnya, bentuk ‘pendeta’ yang semula bermakna orang yang berilmu, tetapi kini menyempit maknanya menjadi ‘guru agama kristen’ atau ‘pengkhotbah kristen’. Jadi, kehadiran makna-makna baru dari sebuah bentuk kebahasaan seperti disebutkan di depan itu adalah karena tuntutan kepesifikan kekhususan.
Sebuah makna kebahasaan dikatakan akan meluas jika dalam kurun waktu tertentu maknanya akan bergeser dari yang semula sempit ke makna yang luas. Misalnya kata ‘bapak’ dalam pengertian sempit pasti hanya digunakan anak kepada bapaknya. Namun sekarang kata ‘bapak’ di kantor-kantor seorang pemimipin pasti akan disebut sebagai ‘bapak’
8.        Peranti dan Keaktifan dan Kepasifan
Kata aktif adalah kata-kata yang banyak digunakan oleh tokoh masyarakat. karena banyak diperantikan oleh tokoh  masyarakat, para selebritas, para jurnalis media masa, para dosen, para politis, maka kata-kata yang semula tidak pernah digunakan itu semakin banyak digunakan dalam pemakaian kebahasaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kata-kata demikian itu telah menjadi aktif lagi dan siap untuk digunakan. Dalam kerangka dinamika bahasa, fakta demikian ini lazim terjadi karena telah terjadi proses kreatif, yakni kreativitas yang sifatnya membangkitkan atau generatif.
Sebagai imbangan dari kreativitas, di dalam kehidupan bahasa juga terdapat kreativitas inovatif. Dengan jenis kreativitas itu, sebuah bentuk kebahasaan yang belum ada, belum pernah terlahir, lalu dihadirkan sebagai kata-kata yang benar-benar baru. Peraktik pengaktifan yang salah misalnya, dapat dilihat dari pemakaian bentuk ‘terkini’ oleh media masa. Tidak banyak yang tau bahwa kebahasaan yang demikian itu sesungguhnya tidak benar dari sisi kebahasaan.
9.        Peranti Ameliorasi dan Peyorasi
Ameliorasi adalah proses perubahan makna dari yang lama ke yang baru ketika bentuk yang baru dianggap dan dirasakan lebih tinggi dan lebih tepat nilai rasa serta konotasinya bandingkan dengan yang lama.
Sedangkan peyorasi adalah perubahan makna dari yang baru ke yang  lama dianggap masih tetap lebih tinggi dan lebih tepat nilai rasa serta konotasinya dibandingkan dengan makna yang baru.
10.    Kesenyawaan Kata
Bentuk idiomatis atau bentuk senyawa, sesuai dengan namanya, tidak dapat dipisahkan begitu saja oleh siapa pun juga. Dikatakan sebagai bentuk senyawa karena bentuk demikian itu sudah sangat erat hubungannya antara satu dengan yang lainnya. Jadi, di dalam konstruksi idiomatis, kata yang satu dengan yang lain yaitu berhubungan erat, lekat, dan tidak dapat dipisahkan oleh alasan apapun juga. Pengabaian bentuk-bentuk idiomatis demikian ini akan menjadikan bahasa ilmiah rusak berantakan. Misalkan, ‘sesuaidengan’ dan ‘disebabkanoleh’. Banyak orang yang mengimplikasikan bentuk ‘sesuai dengan’ menjadi bentuk sesuai saja.
11.    Ketidakbakuan  dan Kebakuan Kata
Kata baku adalah kata yang sesuai dengan kaidah bahasa indonesia. Misalnya kata-kata ‘anda dan saya’. Sedangkan kata tidak baku ialah kata yang digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada, namun tidak sesuai dengan kaidah bahasa indonesia.
Misalnya kata, ‘gue dan elo’.
C.  Ihwal Peristilahan
       Istilah dapat didefinisikan sebagai kata atau gabungan kata yang dapat dengan cermat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan atau sifat yang khas dalam bidang kehidupan dan cabang ilmu pengetahuan tertentu.
       Istilah itu sendiri dibedakan dalam dua jenis, yaitu istilah yang sifatnya khusus dan istilah yang sifatnya umum. Bentuk-bentuk kebahasaan yang hanya lazim digunakan dalam bidang tertentu dapat dikatakan sebagai bentuk-bentuk yang sifatnya khusus.
Lazimnya, kata khusus memiliki satu makna. Sebagai imbangan dari kata yang sifatnya khusus yaitu kata-kata yang sifatnya umum, general atau universal. Lazimnya kata khusus itu kata-kata yang memiliki kandungan makna bermacam-macam, atau tidak hanya satu. Selanjutnya, sumber lain dari kata-kata dan istilah dalam sebuah bahasa itu adalah kata-kata dan istilah-istilah yang ada dalam bahasa asing yang harus diserap ke dalam bahasa indonesia.
D.  Masalah-masalah Diksi    
Kasus-kasus atau masalah-masalah dalam diksi yaitu kesalahan dalam pemilihan maupun dalam pendayagunaan kata. Misalnya:
Bentuk yang ada sebelah kanan adalah yang benar!
1.         Kasus disebabkan karena—disebabkan oleh
2.         Kasus dikarenakan—disebabkan karena
3.         Kasus seseorang anak—seorang anak
4.         Kasus ketemu—bertemu
5.         Kasus bukan...tetapi—bukan..melainkan
6.         Jadual kegiatan—jadwal kegiatan
7.         Kasus silahkan masuk—silakan masuk
8.         Kasus karenanya—karena itu
9.     &nbs;   Kasus piranti—peranti
10.     Kasus Idul Fitri—Idulfitri 
BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan

Memahami isi pada bab pembahasan makalah ini, penulis dapat menarik kesimpulan dari penjelasan dan paparan sebelumnya terkait mengenai ihwal diksi meliputi:
·         Diksi atau pilihan kata adalah pemilihan kata-kata  yang dipakai untuk mengungkapkan ide atau gagasan sesuai dengan apa yang hendak kita ungkapkan, agar selaras dan tepat untuk mengungkapkan gagasan sehingga menimbulkan efek tertentu yang diinginkan.
·         Peranti-peranti Diksi
a)             Peranti Kata Berdenotasi dan Berdenotasi
b)             Peranti Kata Bersinonim dan Berantonim
c)             Peranti Kata Bernilai Rasa
d)            Peranti Kata Konkret dan Abstrak
e)             Peranti Keumuman dan Kekhususan Kata
f)              Peranti Kelugasan Kata
g)             Peranti Penyempitan dan Perluasan Makna Kata
h)             Peranti Keaktifan dan Kepasifan Kata
i)               Peranti Ameliorasi dan Peyorasi
j)               Peranti Kesenyawaan Kata
k)             Peranti Kebakuan dan Ketidakbakuan Kata
·         Ihwal peristilahan
Istilah dapat didefinisikan sebagai kata atau gabungan kata yang dapat dengan cermat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas di bidang kehidupan dan cabang ilmu pengetahuan tertentu. Istilah itu sendiri dibedakan ke dalam dua jenis yaitu, istilah yang sifatnya khusus dan istilah yang sifatnya umum.
Ø   Bentuk  kata khusus
Bentuk-bentuk kata yang hanya lazim digunakan dalam bidang tertentu.
Ø   Bentuk kata umum
Bentuk-bentuk kata yang memiliki kandungan makna yang bermacam-macam.
·         Kasus-kasus atau masalah-masalah dalam diksi yaitu kesalahan dalam memilih maupun pendayagunaan kata.
Misalnya ‘seseorang anak’ yang semestinya digunakan yaitu ‘seorang anak’.
B.  Saran
Demikianlah pemaparan makalah kami ini, mudah-mudahan dapat memberi manfaat dalam pembelajaran bagi kita semua, makalah kami ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh kerena itu, kami memohon  saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini kedepannya
DAFTAR PUSTAKA
Rahardi, Kunjana, Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Erlansgga, 2009



http://uswatunstain.blogspot.com/2011/11/ihwal-diksi_26.html
28 april 2014 11:20 wita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By