KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah swt berkat rahmat dan
inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas makalah ini.
Tak lupa pula shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan atas junjungan Nabi
besar kita Muhammad saw serta keluarga dan para sahabatnya.
Segala ucapan dan tindakan pernah terjadi tanpa hidayah
dan inayah-Nya tuk sekalian alam, termasuk dalam penyelesaian makalah ini
dengan judul “IHWAL DIKSI“.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, Oleh karena itu penulis senantiasa membuka diri kepada
seluruh pihak yang terkait, memohon bimbingan berupa kritik dan saran yang
sifatnya konstruktif demi kesempurnaan kedepannya.
Akhirnya penulis senantiasa mengharap ridha Allah swt,
semoga amal bakti yang diperbuat mendapat imbalan di sisi-Nya amin.
Rabu, september
2011
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
i
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
4
B. Rumusan masalah
5
C. Tujuan
5
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian diksi
26nbsp;
6
B. Peranti-peranti diksi
7
C. Ikhwal peristilahan
13
D. Masalah-masalah diksi
14
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
15
B. Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pilihan kata atau diksi dapat diartikan
sebagai upaya memilih kata untuk mendapatkan hasil akhir berupa kata tertentu
(yang dipilih) untuk dipakai dalam suatu tuturan bahasa. Dalam pemakaian,
penutur bahasa pasti melakukan seleksi atas kata-kata yang dianggapnya paling
cocok dipakai dalam situasi tertentu. Misalnya untuk sampai pada keputusan
memilih salah satu dari kata dungu, bodoh, goblok, yang notaben
bersinonim, ada faktor tertentu yang menjadi pertimbangan si pemilih kata.
Kecermatan memilih kata (diksi) sangat diperlukan terutama dalam menulis.
Suatu kesalahan besar jika kita
menganggap bahwa persoalan dalam memilih kata adalah suatu persoalan sederhana,
tidak perlu dibicarakan atau dipelajari karena akan terjadi dengan sendirinya
secara wajar pada diri manusia. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita
menjumpai orang-orang yang sangat sulit mengungkapkan maksud atau segala
sesuatu yang ada dalam pikirannya dan sedikit sekali variasi bahasanya.
Pemilihan kata merupakan salah satu
faktor yang sangat penting dalam hal tulis- menulis maupun berbicara dalam
kehidupan sehari-hari. Pemilihan kata berhubungan erat dengan kaidah sintaksis,
kaidah makna, kaidah hubungan sosial, dan kaidah karang-mengarang.
Kaidah-kaidah ini saling mendukung sehingga tulisan atau apa yang kita
bicarakan menjadi lebih berbobot dan bernilai lebih mudah dipahami dan
dimengerti oleh orang lain.
B.
Rumusan Masalah
a.
Pengertian
diksi
b.
Peranti-peranti
diksi
c.
Pengertian
ihwal peristilahan
d.
Masalah-masalah
diksi
C.
Tujuan
Terkait
pembahasan dalam makalah ini, penulis bertujuan untuk mengidentifikasi
kesalahan-kesalahan dalam pemilihan dan pendayagunaan kata dalam bahasa
indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Diksi
Kata atau diksi
adalah pemilihan kata-kata yang sesuai dengan apa yang hendak kita
ungkapkan. Saat kita berbicara kadang kita tidak sadar dengan kata-kata yang kita
gunakan. Maka dari itu, tidak jarang orang yang kita ajak bicara salah
menangkap maksud pembicaraan kita. Diksi mempunyai tiga definisi yakni:
a)
Diksi
ialah kata-kata yang dipakai untuk menyampaikan gagasan bagaimana membentuk
pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan gagasan-gagasan yang tepat
dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam situasi.
b)
Pilihan kata
atau diksi ialah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari
gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menentukan bentuk yang
sesuai dengan nilai rasa di situasi masyarakat.
c)
Diksi ialah
penguasaan sejumlah kata besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu.
Pada galibnya, ketiga definisi tersebut bisa disimpulkan bahwa diksi ialah kata-kata yang dipakai untuk
mengungkapkan ide/gagasan secara tepat sesuai dengan konteks
sosiopsikontropologis.
Dengan demikian, jika diksi yang kita
pilih bagus, tulisan yang kita buat akan bagus pula.
B.
Peranti-peranti Diksi
1. Peranti Kata Berdenotasi dan Berkonotasi
Dalam studi linguistik ditegaskan bahwa
kata yang tidak mengandung makna tambahan atau perasaan tambahan makna tertentu
disebut denotasi. Adapun makna yang disebut denotasi adalah makna yang
sebenarnya, makna yang ditunjukan oleh sesuatu yang disimbolkan itu. Sebuah
peranti duduk dalam perkantoran, misalnya saja, namanya ‘kursi’. Maka, peranti
untuk duduk itu disebut sebagai ‘kursi’ dalam hal ini memiliki makna apa
adanya, sesuai dengan yang disimbolkan, tidak ada nuansa makna lain di luar
makna sesungguhnya. Jadi makna itulah yang disebut makna denotatif. Karya-karya
jurnalistik harus mengutamakan kata-kata denotatif demikian ini dibandingakan
kata-kata konotatif.
Dalam studi bahasa pula lazimnya
diketahui bahwa makna konotatif adalah makna yang mengandung arti tambahan,
perasaan tertentu, atau nilai rasa tertentu disamping makna dasar yang umum.
Konotasi atau makna konotatif sering disebut makna konotasional, makna
emotif, atau makna evaluatif. Dapat juga dikatakan makna konotatif adalah makna kias, bukan makna sesungguhnya.
Misalnya; ‘Dengan memanjatkan puji syukur
kepada kepada...’ pemakaianbentuk
‘memanjatkan’ dalamkalimat di atas itu jelas sekali bermakna konotatif, bukan denotatif.
2.
Peranti Kata Bersinonimi dan
Beranatonimi
Kata
‘bersinonim’ berati kata sejenis, sepadan, sejajar dan serumpun, dan memiliki
arti sama. Secara lebih gampang dapat dikatakan bahwa sinonim sesungguhnya
adalah persamaan makna kata. Adapun kata yang dimaksud ada dua kata atau lebih
yang berbeda bentuknya, ejaannya, pengucapan lafalnya, tetapi memiliki makna
yang sama atau hampir sama.
Misalnya; kata
‘hamil, ‘mengandung’ serta ‘bunting’.
Ketiga bentuk kebahasaan itu dapat dikatakan bersinonim karena bentuknya
berbeda, tetapi maknanya sama.
Bentuk
kebahasaan tertentu akan dapat dikatakan berantonim kalau bentuk itu memiliki
makna yang tidak sama dengan makna lainnya. Dalam linguistik dijelaskan bahwa
antonim menunjukkan bentuk-bentuk kebahasaan itu memiliki relasi antarmakna yang
wujud logisnya berbeda atau bertentangan antara satu dengan yang lainnya.
Misalnya: ‘panas dan ‘dingin’, ‘pintar dan ‘bodoh’.
3.
Peranti Kata Bernilai Rasa
Diksi atau
pemilihan kata juga mengatakan untuk senantiasa menggunakan kata-kata yang bernilai
rasa dan cermat. Memang sering ada kontraversi antara kata-kata bernilai rasa
dan kata-kata baku. Kadang ditemukan bahwa kata baku tertentu tidak memiliki
nilai rasa sama sekali. Sebaliknya, dapat pula ditemukan bahwa kata bernilai
rasa jauh dari dimensi kebakuan.
Dalam konteks
pemakaian umum, sebagai contoh, kata ‘wanita’
dan ‘perempuan’ juga dipersoalkan.
Ada yang mengatakan bentuk ‘perempuan’
lebih benar, tetapi ada yang mengatakan ‘perempuan’
itu tidak memiliki nilai rasa. Jadi, pertimbangan untuk memilih bentuk
kebahasaan tertentu yang dianggap atau dirasakan lebih tepat lebih memenuhi
nilai rasa dengan konteks pemakaian sangat penting dilakukan.
4.
Peranti Kata Konkret dan Abstrak
Kata konkret
adalah kata-kata yang menunjuk pada objek yang dipilih, didengar, dirasakan,
diraba atau dicium. Jadi, sesungguhnya kata-kata konkret menunjuk pada
kata-kata yang dapat diindra. Lazimnya kata-kata konkret dalam ilmu bahasa
merupakan kata yang bukan kata jadian atau kata bentukan.
Dengan kata
lain, kata-kata yang sifatnya konkret itu melambangkan atau menyimbolkan
sesuatu. Kata ‘meja’ dan ‘kursi’ jelas sekali merupakan kata
konkret. Akan tetapi kalau ‘pendidikan
atau ‘pembodohan’, ‘kemiskinan’, ‘kepandaian’ jelas merupakan kata-kata yang tidak diindera. Jadi,
demikian itulah cara kerja diksi atau pemilihan kata, harus ada diantara
entitas-entitas kebahasaan itu sendiri.
Sedangkan kata
abstrak yaitu menunjuk pada konsep atau gagasan. Kata-kata abstrak sering
dipakai untuk mengungkapkan gagasan yang cenderung rumit.
Bentuk
kebahasaan seperti ‘pembodohan’ dan ‘kemiskinan tentu saja merupakan
kata-kata abstrak yang hanya dapat ditangkap maknanya dengan kejernihan
pemikiran dan ketajaman pikir. Jadi, pemaknaan atau penafsiran makna untuk
kata-kata abstrak itu bukan melalui indera.
5.
Peranti Keumuman dan Kekhususan Kata
Kata-kata umum adalah kata-kata yang
perlu dijabarkan lebih lanjut dengan kata-kata yang sifatnya khusus untuk
mendapatkan perincian lebih baik. Kata-kata umum tidak tepat untuk
mendeskripsikan sesuatu karena memiliki kadar akurasi yang rendah. Jadi,
kata-kata umum ialah kata-kata yang luas ruang lingkupnya. Bentuk ‘binatang’ misalnya, bentuk ini masih
umum atau terbuka dan masih perlu pembagian dalam macam-macam binatang.
Kata khusus cenderung digunakan dalam
konteks terbatas, dalam kepentingan-kepentingan yang perlu perincian, dan perlu
ketepatan dan keakuratan konsep. Jadi, kata-kata khusus yaitu kata-kata yang
sempit ruang lingkupnya, terbatas konteks pemakaiannya. Kata ‘tawes’ menunjukan makna khusus dalam
pengelompokan ikan.
6.
Peranti Kelugasan Kata
Kata-kata yang
lugas ialah kata-kata yang sekaligus juga ringkas, tidak merupakan fakta
panjang, tidak mendayu-dayu, dan sama sekali tidak berbelit-belit. Lazimnya,
kata-kata yang lugas itu juga bukan merupakan bentuk-bentuk kebahasaan
kompleks. Pemakaian bentuk kata-kata yang verbalistis, yang keasing-asingan,
sesungguhnya dapat dianggap bertentangan dengan prinsip kelugasan ini.
Orang
cenderung akan menggunakan bentuk asing karena merasa bahwa kata-kata
yang bukan asing, tidak lugas, tidak pas, tidak tepat menggambarkan konsep.
Dengan memerantikan bentuk kebahasaan yang belum sepenuhnya dikenal masyarakat
itu karena keasingannya, dimensi kelugasanya akan jauh menurun.
7.
Peranti Penyempitan dan Perluasan Makna
Kata
Sebuah kata
dapat dikatakan mengalami penyempitan makna apabila di dalam kurun waktu
tertentu maknanya bergeser dari semula yang luas ke makna yang sempit atau terbatas.
Misalnya,
bentuk ‘pendeta’ yang semula bermakna
orang yang berilmu, tetapi kini menyempit maknanya menjadi ‘guru agama kristen’ atau ‘pengkhotbah kristen’. Jadi, kehadiran
makna-makna baru dari sebuah bentuk kebahasaan seperti disebutkan di depan itu
adalah karena tuntutan kepesifikan kekhususan.
Sebuah makna
kebahasaan dikatakan akan meluas jika dalam kurun waktu tertentu maknanya akan
bergeser dari yang semula sempit ke makna yang luas. Misalnya kata ‘bapak’ dalam pengertian sempit pasti
hanya digunakan anak kepada bapaknya. Namun sekarang kata ‘bapak’ di kantor-kantor seorang pemimipin pasti akan disebut
sebagai ‘bapak’
8.
Peranti dan Keaktifan dan Kepasifan
Kata aktif adalah kata-kata yang banyak
digunakan oleh tokoh masyarakat. karena banyak diperantikan oleh tokoh
masyarakat, para selebritas, para jurnalis media masa, para dosen, para
politis, maka kata-kata yang semula tidak pernah digunakan itu semakin banyak
digunakan dalam pemakaian kebahasaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
kata-kata demikian itu telah menjadi aktif lagi dan siap untuk digunakan. Dalam
kerangka dinamika bahasa, fakta demikian ini lazim terjadi karena telah terjadi
proses kreatif, yakni kreativitas yang sifatnya membangkitkan atau generatif.
Sebagai imbangan dari kreativitas, di
dalam kehidupan bahasa juga terdapat kreativitas inovatif. Dengan jenis
kreativitas itu, sebuah bentuk kebahasaan yang belum ada, belum pernah
terlahir, lalu dihadirkan sebagai kata-kata yang benar-benar baru. Peraktik
pengaktifan yang salah misalnya, dapat dilihat dari pemakaian bentuk ‘terkini’ oleh media masa. Tidak banyak
yang tau bahwa kebahasaan yang demikian itu sesungguhnya tidak benar dari sisi
kebahasaan.
9.
Peranti Ameliorasi dan Peyorasi
Ameliorasi adalah proses perubahan
makna dari yang lama ke yang baru ketika bentuk yang baru dianggap dan
dirasakan lebih tinggi dan lebih tepat nilai rasa serta konotasinya bandingkan
dengan yang lama.
Sedangkan peyorasi adalah perubahan
makna dari yang baru ke yang lama dianggap masih tetap lebih tinggi dan
lebih tepat nilai rasa serta konotasinya dibandingkan dengan makna yang baru.
10.
Kesenyawaan Kata
Bentuk
idiomatis atau bentuk senyawa, sesuai dengan namanya, tidak dapat dipisahkan
begitu saja oleh siapa pun juga. Dikatakan sebagai bentuk senyawa karena bentuk
demikian itu sudah sangat erat hubungannya antara satu dengan yang lainnya.
Jadi, di dalam konstruksi idiomatis, kata yang satu dengan yang lain yaitu
berhubungan erat, lekat, dan tidak dapat dipisahkan oleh alasan apapun juga.
Pengabaian bentuk-bentuk idiomatis demikian ini akan menjadikan bahasa ilmiah
rusak berantakan. Misalkan, ‘sesuaidengan’
dan ‘disebabkanoleh’. Banyak orang
yang mengimplikasikan bentuk ‘sesuai
dengan’ menjadi bentuk sesuai saja.
11. Ketidakbakuan
dan Kebakuan Kata
Kata baku
adalah kata yang sesuai dengan kaidah bahasa indonesia. Misalnya kata-kata ‘anda dan saya’. Sedangkan kata tidak baku ialah kata yang digunakan sesuai
dengan situasi dan kondisi yang ada, namun tidak sesuai dengan kaidah bahasa
indonesia.
Misalnya kata, ‘gue dan elo’.
C. Ihwal Peristilahan
Istilah dapat didefinisikan sebagai kata atau gabungan kata yang dapat dengan
cermat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan atau sifat yang khas dalam
bidang kehidupan dan cabang ilmu pengetahuan tertentu.
Istilah itu sendiri dibedakan dalam dua jenis, yaitu istilah yang sifatnya
khusus dan istilah yang sifatnya umum. Bentuk-bentuk kebahasaan yang hanya
lazim digunakan dalam bidang tertentu dapat dikatakan sebagai bentuk-bentuk
yang sifatnya khusus.
Lazimnya, kata khusus memiliki satu
makna. Sebagai imbangan dari kata yang sifatnya khusus yaitu kata-kata yang
sifatnya umum, general atau universal. Lazimnya kata khusus itu kata-kata yang
memiliki kandungan makna bermacam-macam, atau tidak hanya satu. Selanjutnya,
sumber lain dari kata-kata dan istilah dalam sebuah bahasa itu adalah kata-kata
dan istilah-istilah yang ada dalam bahasa asing yang harus diserap ke dalam
bahasa indonesia.
D. Masalah-masalah Diksi
Kasus-kasus atau masalah-masalah dalam
diksi yaitu kesalahan dalam pemilihan maupun dalam pendayagunaan kata.
Misalnya:
Bentuk yang ada sebelah kanan adalah
yang benar!
1.
Kasus disebabkan karena—disebabkan oleh
2.
Kasus dikarenakan—disebabkan karena
3.
Kasus seseorang anak—seorang anak
4.
Kasus ketemu—bertemu
5.
Kasus bukan...tetapi—bukan..melainkan
6.
Jadual kegiatan—jadwal kegiatan
7.
Kasus silahkan masuk—silakan masuk
8.
Kasus karenanya—karena itu
9. &nbs;
Kasus piranti—peranti
10.
Kasus Idul Fitri—Idulfitri
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Memahami isi
pada bab pembahasan makalah ini, penulis dapat menarik kesimpulan dari
penjelasan dan paparan sebelumnya terkait mengenai ihwal diksi meliputi:
·
Diksi atau
pilihan kata adalah pemilihan kata-kata yang dipakai untuk mengungkapkan
ide atau gagasan sesuai dengan apa yang hendak kita ungkapkan, agar selaras dan
tepat untuk mengungkapkan gagasan sehingga menimbulkan efek tertentu yang
diinginkan.
·
Peranti-peranti
Diksi
a)
Peranti Kata
Berdenotasi dan Berdenotasi
b)
Peranti Kata
Bersinonim dan Berantonim
d)
Peranti Kata
Konkret dan Abstrak
e)
Peranti
Keumuman dan Kekhususan Kata
f)
Peranti
Kelugasan Kata
g)
Peranti Penyempitan
dan Perluasan Makna Kata
h)
Peranti
Keaktifan dan Kepasifan Kata
i)
Peranti
Ameliorasi dan Peyorasi
j)
Peranti
Kesenyawaan Kata
k)
Peranti
Kebakuan dan Ketidakbakuan Kata
·
Ihwal peristilahan
Istilah dapat
didefinisikan sebagai kata atau gabungan kata yang dapat dengan cermat
mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas di bidang
kehidupan dan cabang ilmu pengetahuan tertentu. Istilah itu sendiri dibedakan
ke dalam dua jenis yaitu, istilah yang sifatnya khusus dan istilah yang
sifatnya umum.
Ø Bentuk
kata khusus
Bentuk-bentuk kata yang hanya lazim
digunakan dalam bidang tertentu.
Ø Bentuk kata
umum
Bentuk-bentuk kata yang memiliki kandungan makna yang
bermacam-macam.
·
Kasus-kasus
atau masalah-masalah dalam diksi yaitu kesalahan dalam memilih maupun
pendayagunaan kata.
Misalnya ‘seseorang
anak’ yang semestinya digunakan yaitu ‘seorang
anak’.
B. Saran
Demikianlah pemaparan makalah kami ini,
mudah-mudahan dapat memberi manfaat dalam pembelajaran bagi kita semua, makalah
kami ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh kerena itu, kami memohon
saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini
kedepannya
DAFTAR PUSTAKA
Rahardi, Kunjana, Bahasa
Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Erlansgga, 2009
http://uswatunstain.blogspot.com/2011/11/ihwal-diksi_26.html
28 april 2014 11:20 wita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar